Hiruk pikuk prahara politik nasional menjadi isu utama media di Indonesia, khususnya media online. Media online memiliki peran sangat penting bagi penyebaran berita karena bisa melakukan update secara cepat dan mudah diakses pengguna internet. Prahara politik yang mengguncang republik ini dimanfaatkan secara maksimal awak media menaikkan jumlah kunjungan warga pengguna internet mampir dan berbagi berita dari situs berita online mereka.
Tak hanya portal berita, pengguna media sosial juga berpacu meng-update konten akunnya. Pengguna media sosial seperti Facebook dan Twitter secara berulang dan berantai melakukan penyebaran berita hangat terkait prahara politik secara massif dan cepat. Demikian pula dengan blogger, dengan cepat mengutip atau sekedar meng-copast berita “panas” dari media online untuk menaikkan kunjungan ke “lapak” nya.
Prahara politik yang masih hangat di media saat ini masih berkisar pada dugaan kasus suap kuota daging impor yang menerjang politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq. Kasus ini mengguncang banyak kalangan dan akhirnya beramai-ramai menngikuti perkembangan. Ada yang mengikuti perkembangan berita kasus dugaan suap impor daging ini secara pasif dengan hanya membaca namun ada pula yang sangat aktif dengan cara share, berkomentar atau memposting analisanya di blog sosial. Tak terkecuali di Kompasiana, pemberitaan dan opini tentang dugaan kasus suap ini melejit mendominasi tulisan para pearta warga yang dikenal dengan Kompasianer. Hampir sepekan ini, sejak penangkapan LHI oleh KPK, berita yang nangkring di Headline dan Trending Article selalu dihuni artikel dengan tema LHI, PKS atau impor daging.
Bagaimana konfigurasi data yang tersebar di media sosial terkait panasnya iklim poltik yang jadi perbincangan khalayak ramai ini? Saya mencoba menyodorkan beberapa data yang diambil dari situs politicawave.com. Situs ini cukup lengkap menyajikan statistik pengguna internet yang memperbincangkant tema politik. Di politicawave, Anda dapat melihat, sejauh mana unique user (pengguna internet) memperbincangkan sebuah topik (brand) di media sosial. Di politicawave juga ditampilkan grafik yang tentang sejauh mana netizen (warga pengguna media sosial) memanfaatkan isu atau brand untuk melakukan share ke media sosial.
Sejak ditangkapnya LHI oleh KPK tanggal 30 Januari 2012, trend perbincangan tentang PKS melonjak tajam di media sosial hingga hampir menembus 80.000 buzz (jumlah pesan yang disebarkan). Artinya PKS diperbincangkan di media sosial hampir sebanyak 1500 kali/menit. Ini hampir mendekati angka survei yang dilakukan oleh Win and Wise Communication yang menemukan bahwa percakapan tentang PKS oleh warga di sosial media mencapai angka 1700 percakapan/menit.
Dari Grafik yang dipublikasi oleh politicawave tanggal 6/2/2013, tercatat Trend of Awarenes (TA) terbanyak diduduki oleh PKS kemudian disusul oleh PD (Partai Demokrat). Angka TA meluncur ke bawah seiring upaya PKS melalukan upaya perbaikan citranya melalui konsolidasi serta pergantian pengurus di tingkat pusat dan di DPR RI. Melonjaknya perbincangan PKS di media sosial juga berimbas pada Sentimen Index (SI) yang juga meningkat. PKS memiliki SI yang negative lebih besar dibandingkan PD dan partai lainya.
Dari Share of Awarenes (SA) dan Share of Citizen (SC), PKS mendominasi angka tertinggi. Ini sangat wajar mengingat topik pebincangan media tak henti-hentinya mengangkat kasus LHI dan sosok PKS di media sosial. PKS dan PD tetap menempati urutan pertama dalam tampilan grafik SA dan SC. Demikian juga, data Media Trend yang berasal dari FB dan Twitter, pengiriman pesan tentang PKS menempati jumlah terbesar yang mencapai sekitar 250.000 Buzz.
Nampaknya, angka-angka dari grafik di policawave akan sangat dinamis menyesuaikan isu perbincangan di media sosial. Buktinya hari ini (7/2/2013), angka TA, SI dan SC didominasi oleh PD. Naiknya peringakt PD pada tiga parameter tersebut diduga terkait dengan isu gonjang-ganjing di internal kepengurusan pusat PD dan pernyataan SBY terkait isu pajak keluarga istana.
Menariknya lagi, policawave juga memantau asal media yang “mempromosikan” topik perbincangan yang terkait partai poltik. Simak saja list atau daftar media (blog) yang menjadi active user dari perbincangan terkait partai politik tertentu beserta jumlah topiknya. Bahkan di situs ini juga ditampilkan sebaran spasial per provinsi, parpol mana yang mendominasi perbincangan berdasarkan wilayah provinsi di Indonesia. Hasilnya, PKS tak pernah keluar dari posisi 3 besar. Partai lain yang cukup besar prosentasenya di beberapa provinsi yaitu PD dan Golkar, Nasdem dan Gerindra. Penasaran? Silahkan Anda klik area provinsi yang ada di kotak “Maps” di politicawave.com (Gambar paling atas). Anda bisa mendapatkan angka prosentase masing-masing parpol yang menjadi atribut di area propvinsi tersebut yang menunjukkan seberapa sering mereka menjadi bahan perbincangan.
Bagi saya, publikasi di politicawave bisa menjadi salah satu input bagi parpol untuk merencanakan strategi ke depan, khususnya bagi parpol yang memang kurang “populer” di media sosial atau sangat populer namun dengan Sentimen Negative yang masih tinggi. PKS misalnya, yang merajai pemberitaan di Media Sosial, bisa mengatur strategi untuk memperbaiki citra, melakukan konsolidasi organisasi dan penguatan kadernya menghadapi terjangan isu yang negatif di media.
Ya, prahara politik PKS bisa jadi bukti, bagaimana media sosial mengalami lalu lintas yang ramai oleh perbincangan politik yang membuat banyak orang bisa terbuka untuk membedah sisi PKS dari seluruh penjuru angin. Baik pengkritik maupun pendukung PKS di Media Sosial, terlihat secara massif mengirimkan pesan atau isu melalui media sosial, yang membuat PKS dan kasusnya menjadi topic terpopuler.
Media sosial saat ini menjadi penyeimbang bagi media massa yang mendominasi isu pemberitaan yang muncul di mayarakat seperi TV, Koran, Majalah, Radio dan Tabloid. Media sosial mampu menjadi penyeimbang isu negatif bagi kelompok atau topik perbincangan yang santer di media konvensional. Mengutip pernyataan Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Atma Jayakarta, Alois A Nugroho yang dimuat di Harian Kompas hari ini (7/2/2013), di halaman dua, mengungkapkan bahwa untuk mengimbangi tirani informasi yang muncul menjelang dan selama pelaksanaan pemilu 2014, masyarakat diminta menggunakan media sosial sebagai alat penyebaran informasi pembanding.
“Bisa dikatakan informasi di media sosial bisa dipakai untuk mengimbangi pemberitaan media massa.” Kata Alois. Dia menambahkan, komunikasi lewat media sosial juga bisa menghimpun gerakan civil society dalam isu tertentu.
“Tapi harus diingat, gerakan melalui media sosial hanya bisa efektif jika diikuti dengan gerakan offline.” Ungkapnya.
Semua parpol perlu melihat fenomena sosial yang ada di media sosial untuk berkaca diri dan mengatur strategi, Tak semua kejadian buruk yang menimpa parpol akan serta merta menjatuhkan parpol itu dalam seketika. Apakah fenomena Partai Golkar yang diterjang skandal korupsi ketua umumnya namun bisa menjadi pemenang di pemilu 2004 akan terjadi kembali? Kita tunggu saja pemilu tahun 2014.
http://media.kompasiana.com/new-media/2013/02/07/pertarungan-politik-di-media-sosial-pks-pemenangnya-531661.html
0 komentar:
Post a Comment